A CONFENSSION 

Di tengah keriuhan percakapan dan gelak tawa sekelilingku,  datang seorang muda di depanku. Mizbah, mahasiswa psikologi, yang bulan ini akan sidang skripsi. Ia menanyakan apa cerita di balik kalimat yang kutuliskan di depan lapakku, Rumah Origami.

 Merdeka Pikiran dari Keinginan untuk Jadi Sesuatu di luar Dirimu.

 Kalimat itu kutemukan setelah berbulan aku berada di titik terendah pada apa yang kubuat lewat lipatan-lipatan kertasku. Bukan hal yang mudah bagiku bertahan di antara karya-karya hebat para kreator. Mereka melukis, menenun dengan indah, menggantung pakaian-pakain dan kain-kain batik hingga ecoprint yang luar biasa. Di meja mereka orang ramai mengelilingi dan mengagumi. Uang pun berdatangan. Di akhir acara wajah-wajah terlihat cerah karena rejeki didapat.

Dari kejauhan aku memandang kegembiraan itu sambil memasukkan satu persatu karyaku dalam box, sedih. Berulang terjadi. Dan perlahan aku digerus oleh ketidakpercayaan diri.

 Aku bertanya dan berdialog denganku tentang mengapa dan ada apa. Mengapa aku jadi tidak gembira padahal aku sangat menikmati setiap waktu melipatnya? Ah, aku terjebak pada apa yang namanya dikagumi, ketenaran, uang, dan keinginan untuk menjadi seperti mereka. Aku telah kehilangan keikhlasan.

Kini, betapa pun menyakitkan proses yang masih kujalani ini, aku berjuang merasa-rasainya dengan sepenuh kesadaran. Kesadaran tentang anugerah hidup itu sendiri. Bahwa setiap tangan adalah magic. Sangat tak adil membandingkan tanganku dengan mereka. Mungkin ini belum menjadi tahun terbaikku. Namun satu hal yang lebih penting adalah menjalani hidup dengan tulus.

 Terima kasih, Mizbah sudah bertanya. Semoga aku menjadi
mencintai kurang lebihku. Memerdekakan diri dari ingin menjadi sesuatu yang bukan diriku. Semoga seperti itu.

 

Oktober 3, 2022

Kota Solo

Solo Art Market 19

Comments

Popular posts from this blog

春になったら (When Spring Comes)

Kesan dari Aki Fuji-San

THE POINT OF VIEW